PENDAHULUAN
Latar Belakang
Inflasi merupakan
masalah ekonomi yang sangat menyedot perhatian para pengamat ekonomi. Seperti
sebuah penyakit, inflasi timbul karena berbagai alasan. Sebagian inflasi timbul
dari sisi permintaan dan sebagian lagi timbul dari sisi penawaran. Secara teoritis
pengertian inflasi merujuk kepada
perubahan tingkat harga(barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus
menerus akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau penurunan penawaran
agregat.
Untuk itu inflasi harus
dapat segera diatasi, karena inflasi yang buruk akan mengurangi investasi
diikuti dengan berkurangnya kegiatan ekonomi dan bertambahnya pengangguran
sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan
dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga
dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan
tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga
barang-barang lain, Boediono (1982: 155). Dalam praktek, inflasi dapat diamati
dengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi di sini harus diperhitungkan
ada tidaknya suppressed inflation (inflasi yang ditutupi).
Akibat inflasi secara
umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riel tingkat
pendapatannya juga menurun. Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang
bersangkutan naik sebesar 5% sementara pendapatan tetap, maka itu berarti
secara riel pendapatan mengalami penurunan sebesar 5% yang akibatnya relatif
akan menurunkan daya beli sebesar 5% juga, Putong (2002: 254).
B. Rumus
Menghitung Inflasi
Adapun rumus untuk
menghitung inflasi adalah:
In adalah inflasi, IHKn
adalah harga konsumen tahun dasar (dalam hal ini nilainya 100, IHKn-1 adalah indeks
harga konsumen tahun berikutnya. Dfn adalah GNP atau PDB deflator tahun
berikutnya, Dfn-1 adalah GNP atau PDB deflator tahun awal (sebelumnya).
C. Jenis
Inflasi
1.
Berdasarkan sifatnya.
Berdasarkan
sifatnya inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama, Putong (2002: 260), yaitu:
-
Inflasi merayap/rendah (creeping
Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% pertahun.
-
Inflasi menengah (galloping inflation)
besarnya antara 10-30% pertahun.
-
Inflasi berat (high inflation), yaitu
inflasi yang besarnya antara 30-100% pertahun.
-
Inflasi sangat tinggi (hyper inflation),
yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4
digit (di atas 100%).
2.
Berdasarkan sebabnya inflasi dibagi
menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
-
Demand Pull Inflation. Inflasi ini
timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak
lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment),
akibatnya adalah sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak
sementara penawaran tetap, maka harga akan naik.
-
Cost Push Inflation. Inflasi ini
disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya
produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang
negara yang bersangkutan jatuh / menurun, kenaikan harga bahan baku industri,
adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya).
Akibat dari kedua macam
inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak berbeda, tetapi dari
segi volume output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus demand inflation,
biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) menaik bersama-sama dengan
kenaikan harga umum. Sebaliknya dalam kasus cost inflation, biasanya kenaikan
harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).
Perbedaan yang laindari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari
kenaikan harga. Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek
dalam bentuk yang murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara
di dunia adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali
keduanya saling memperkuat satu sama lain, Boediono (1982: 157-158).
3.
Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi
2, Putong (2002: 260), yaitu:
-
Inflasi yang berasal dari dalam negeri
(domestic inflation) yang timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan
belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara.
-
Inflasi yang berasal dari luar negeri,
karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi
yang tinggi, harga-harga barang dan juga
ongkos produksi relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus
mengimpor barang tersebut maka harga jualnya di dalam negeri tentu saja
bertambah mahal.
D. Teori
Inflasi
Secara garis besar ada
3 (tiga) kelompok teori mengenai inflasi. Ketiga teori itu adalah, Boediono
(1982: 169-170):
1.
Teori Kuantitas (persamaan pertukaran
dari Irving Fisher: MV=PQ)
Teori
kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masih
sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama
di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini mengatakan bahwa penyebab
utama dari inflasi adalah:
-
Pertambahan jumlah uang yang beredar
-
Psikologi (harapan) masyarakat mengenai
kenaikan harga-harga (expectations) di masa mendatang.
Tambahan jumlah uang
beredar sebesar x% bisa menumbuhkan inflasi kurang dari x%, sama dengan x% atau
lebih besar dari x%, tergantung kepada apakah masyarakat tidak mengharapkan
harga naik lagi, akan naik tetapi tidak lebih buruk daripada sekarang atau
masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari sekarang, atau masa-masa
lampau.
2.
Teori Keynes
Teori
Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar batas
kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rezeki antara
golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih
besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu, apabila timbul inflationary
gap). Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi
berkelanjutan. Teori ini menarik karena:
-
Menyoroti peranan system distribusi
pendapatan dalam proses inflasi,
-
Menyarankan hubungan antara inflasi dan
faktor-faktor non-ekonomis.
3.
Teori strukturalis
Teori
strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di
negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran
(inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang.
Teori strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang. Disebut teori inflasi
jangka panjang karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor structural dari
perekonomian (yang, menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa berubah
secara gradual dan dalam jangka panjang). Menurut teori ini, ada 2 (dua)
ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa
menimbulkan inflasi.
a. Ketegaran
yang pertama berupa “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai
ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor
lain. Kelambanan ini disebabkan karena :
-
Harga di pasar dunia dari barang-barang
ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan harga
barang-barang impor yang harus dibayar.
-
Supply atau produksi barang-barang
ekspor yang tidak responsive terhadap kenaikan harga (supply barang-barang
ekspor yang tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor ini berarti
kelambanan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan untuk konsumsi
maupun untuk investasi. Akibatnya, negara tersebut terpaksa mengambil
kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam
negeri dari barang yang sebelumnya diimpor (import substitution strategy).
b. Ketegaran
yang kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan
makanan di dalam negeri.
E. Biaya
Inflasi
Biaya Inflasi yang
diharapkan muncul karena hal-hal sebagai berikut, Putong (2002: 262-263):
1. Shoe
leather cost (biaya kulit sepatu) adalah istilah yang menyatakan bahwa bila
inflasi sesuai dengan harapan maka relatif penetapan suku bunga bank akan lebih
besar dari tingkat inflasi.
2. Menu
cost (biaya menu), yaitu biaya yang muncul karena perusahaan harus sering
mengubah harga dan itu berarti harus mencetak dan mengedarkan katalog baru.
3. Complaint
and opportunity loss cost (biaya komplain dan hilangnya kesempatan). Bila
perusahaan dengan sengaja tidak mau mengganti katalog baru, maka perusahaan
akan mengalami kerugian karena harga akan naik sementara perusahaan menjual
dengan harga lama. Bila tidak sengaja, maka perusahaan akan mendapat komplain
dari pelanggan karena harga tidak sesuai dengan catalog (khusus untuk Negara
yang konsumerismenya relative sangat baik).
4. Biaya
perubahan peraturan/undang-undang pajak.
5. Biaya
ketidaknyamanan hidup.
Biaya inflasi yang
tidak diharapkan:
1. Redistribusi
pendapatan antara debitor dengan kreditor.
2. Penurunan
nilai uang pensiunan.
F. Dampak
Inflasi
1.
Bila harga barang secara umum naik
terus-menerus, maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan
normal, karena di satu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong
barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang, akibatnya
negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2.
Sebagai akibat dari kepanikan tersebut
maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk
barang sehingga banyak bank di rush, akibatnya bank kekurangan dana dan
berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
3.
Produsen cenderung memanfaatkan
kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara
mempermainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terus menerus naik.
4.
Distribusi barang relatif tidak adil
karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya
dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
5.
Bila inflasi berkepanjangan, maka
produsen banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal
sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6.
Jurang antara kemiskinan dan kekayaan
masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi
yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
7.
Dampak positif dari inflasi adalah bagi
pengusaha barang-barang mewah (highend) yang mana barangnya lebih laku pada
saat harganya semakin tinggi (masalah prestise).
8.
Masyarakat akan semakin selektif dalam
mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifisme
dapat ditekan.
9.
Inflasi yang berkepanjangan dapat
menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
1- Tingkat pengangguran cenderung akan
menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi
dengan cara mendirikan atau membuka usaha, Putong (2002: 263-264).
G. Cara
Mencegah dan Mengatasi Inflasi
Dengan menggunakan persamaan Irving
Fisher MV=PQ, dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat
daripada Q. Jadi untuk mencegah inflasi variabel M atau V harus dikendalikan,
lalu volume Q ditingkatkan. Untuk mengatur M, V, dan Q dapat dilakukan dengan
berbagi kebijakan Nopirin (2005: 34-35), yaitu:
1.
Kebijaksanaan Moneter
Mengatur
jumlah uang yang beredar (M). Salah satu komponennya adalah uang giral. Uang
giral dapat terjadi dalam dua cara, yaitu seseorang memasukkan uang kas ke bank
dalam bentuk giro dan seseorang memperoleh pinjaman dari bank berbentuk giro,
yang kedua ini lebih inflatoir. Bank sentral juga dapat mengatur uang giral
dengan menaikkan cadangan minimum, sehingga uang beredar lebih kecil. Cara lain
yaitu menggunakan discount rate.
Memberlakukan
politik pasar terbuka (jual/beli surat berharga), dengan menjual surat
berharga, bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar.
2.
Kebijakan Fiskal
Dengan
cara pengurangan pengeluaran pemerintah serta menekan kenaikan pajak yang dapat
mengurangi penerimaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3.
Kebijakan yang Berkaitan dengan Output
Dengan
menaikkan jumlah output misal dengan cara kebijaksanaan penurunan bea masuk
sehingga impor barang meningkat atau penaikan jumlah produksi, bertambahnya
jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
4.
Kebijaksanaan Penetuan Harga dan
Indexing
Dengan
penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk
gaji/upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga
naik, maka gaji/upah juga naik, begitu pula kalau harga turun.
5.
Sanering
Sanering
berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi.
Kebijakan sanering antara lain: Penurunan nilai uang, Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank
dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan
jangka panjang oleh pemerintah.
6.
Devaluasi
Devaluasi
adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri.
Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai
mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan
dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing.
Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang
sendiri terhadap mata uang asing.
Sumber :
http://www.pusatmakalah.com/2015/02/makalah-inflasi-di-indonesia.html
http://adenovitpunya.blogspot.co.id/2013/05/makalah-inflasi.html
Sumber :
http://www.pusatmakalah.com/2015/02/makalah-inflasi-di-indonesia.html
http://adenovitpunya.blogspot.co.id/2013/05/makalah-inflasi.html